Senin, 12 Mei 2014

Sudahkah kita menjadi seorang wanita sejati atau pria sejati???



Feminitas dan Maskulinitas Seorang Manusia
Oleh: Abu Rabbani
قال اللّه تعالى: وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا (النّبا: 8)
Artinya: “Dan Kami telah ciptakan kalian berpasang-pasangan” (Q.S an-Naba, 78; 8).
Agar terjadi keseimbangan dan dinamika, Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasangan, diantaranya adalah penciptaan pria dan wanita. Wanita adalah makhluk yang memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh seorang pria, artinya ada sifat-sifat wanita yang benar-benar khas wanita; dan pria pun memiliki sifat-sifat unik yang tidak dimiliki wanita. Jika digabungkan sifat-sifat unik ini akan saling melengkapi.
Sudah menjadi kesepakatan tak tertulis di masyarakat apabila seorang wanita itu identic dengan sifat lembut, rapih, penuh kasih sayang, pintar memasak, hidup teratur, penyuka warna pink dan lain sebagainya yang menunjuk dia sebagai seorang wanita; sementara seorang pria diidentikkan dengan sifat keras, urakan, hidup semau gue, penyuka warna biru dan sifat lain yang menunjukkan dia sebagai seorang pria yang macho. Padahal pemahaman ini tidak semuanya benar.
Allan dan Barbara Pease dalam bukunya Sillyman from Mars, Pittywoman from Venus, menyebutkan bahwa semua karakter atau sifat seseorang terbentuk karena kondisi sosial. Kita ini siapa karena sikap orang tua dan orang di sekeliling kita yang secara turun temurun merefleksikan nilai tertentu. Seorang wanita bisa menjadi seorang wanita yang benar-benar feminine ketika lingkungan di sekitar mendukung untuk itu; begitu juga laki-laki dia akan menjadi seorang pria macho apabila lingkungan mendukung untuk menjadikannya dia macho. Tapi sebaliknya akan ada seorang wanita `macho` dan seorang pria `feminine` karena lingkungan sekitarnya merubah dia untuk menjadi seperti itu.
Yang perlu kita sadari adalah secara psikologis, sebenarnya sifat-sifat maskulin dan feminin itu berada dalam satu garis. Setiap orang, wanita dan laki-laki memiliki kedua kecenderungan itu dalam proporsi yang berbeda. Anak perempuan memang akan lebih didominasi oleh ciri-ciri feminin, meski mereka juga memiliki ciri maskulin dalam derajat tertentu. Sebaliknya, anak laki-laki akan memiliki ciri maskulin yang dominan. Dalam realita yang terjadi kenapa ada perempuan `macho` dan pria `feminine` atau istilah anak muda sekarang pria yang melambai. Maka merujuk kepada teori di atas, wanita `macho` terlahir karena sifat maskulin yang ada pada dirinya melebihi sifat femininnya; pria `melambai` juga terlahir karena sifat feminine yang ada pada dirinya melebihi sifat maskulinnya. Selanjutnya kondisi ini diperparah oleh lingkungannya, baik keluarga, sekolah, atau masyarakat di sekitar mereka.
Salah satu bentuk sikap yang justru semakin menenggelamkan wanita `macho` dan pria `melambai` adalah tidak adanya bentuk penerimaan yang positif dari lingkungan sekitar terhadap mereka. Pria yang feminine atau melambai akan mengalami kesulitan untuk berada di dunia lelaki karena ia akan dianggap sebagai laki-laki yang tidak gentle. Biasanya di usia sekolah, orang yang seperti ini akan sering menjadi korban bullying. Begitu juga sebaliknya, wanita yang maskulin juga akan sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari teman wanita yang lain, bahkan lebih cenderung dihindari. Dengan kondisi seperti ini, mereka menjadi merasa terpinggirkan dan terisolir dari kehidupan, jadilah mereka membentuk komunitas sendiri yaitu komunitas para wanita `macho` dan para pria `melambai`.
Ahli psikologi berpendapat bahwa salah satu terapi untuk mengembalikan ke-femininan seorang wanita `macho` dan  ke-maskulinan pria `melambai` adalah hendaknya mereka berkumpul dan bergaul dengan komunitas sebenarnya, yaitu mereka berkumpul dan bergaul dengan wanita `sebenarnya` dan pria `sebenarnya`. Semakin mereka terpinggirkan dari komunitas aslinya, maka semakin terperosoklah mereka ke dalam `dunia baru` mereka.
Cara lain untuk mengembalikan `wanita macho` dan `pria melambai` adalah mencari sosok figure sejati, baik itu dari lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Misalkan ada seorang `wanita macho` maka hendaklah ibunya di lingkungan keluarga, Ibu guru di lingkungan sekolah ataupun seorang wanita ideal di lingkungan masyarakat mampu menampilkan sosok wanita sejati yang menjadi idola wanita `macho` tersebut dan mampu membimbing dia menjadi `wanita sejati` kembali. Begitupun sebaliknya hendaklah seorang ayah, bapak guru ataupun siapa saja mampu menampilkan sosok pria sejati yang mampu diteladani oleh `pria melambai` tersebut.
Cara lain adalah dengan melibatkan mereka dalam olahraga dan kegiatan yang menunjang mereka untuk kembali menemukan jati diri mereka. Bersepeda, sepakbola, jogging ataupun hiking adalah olahraga yang bisa disarankan kepada `pria melambai`; menari, melukis, memasak ataupun bermain drama adalah kegiatan yang mampu mengembalikan `wanita macho` menjadi wanita sejati kembali.
Akhirnya yang harus kita fahami dan sadari adalah “Tidak semua feminin dalam diri seorang laki-laki itu jelek. Begitu juga tidak semua maskulin dalam diri seorang wanita itu buruk. Semuanya hanya butuh tempat yang sesuai untuk didudukkan sesuai dengan porsinya”. Wallahu `alam.