Pendidikan


SEBUAH CATATAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESIONALISME GURU (PPG)
(Refleksi Pelaksanaan PPG 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

A.      Pendahuluan
Kualitas mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan secara umum ditentukan oleh beberapa faktor atau elemen pendukungnya. Diantara elemen-elemen tersebut adalah: instruktur atau pendidik, peserta didik, materi ajar, metode, tujuan pendidikan dan lingkungan pendidikan.[1]Keenam elemen pendidikan di atas saling terkait dan berhubungan dalam menunjang keberhasilan dalam meningkatkan dan menentukan mutu pendidikan.
Tingkat sejauhmana peranan keenam elemen di atas dalam menentukan kualitas mutu pendidikan tidak bisa ditonjolkan salah satunya; hal ini disebabkan bahwa keenam elemen tersebut memegang peranan masing-masing dalam menentukan kualitas mutu pendidikan. Bisa saja dalam suatu lembaga pendidikan faktor lingkungan memegang peranan penting daripada elemen-elemen yang lain (contoh dalam pendidikan karakter atau pendidikan aplikatif); namun di lain tempat faktor tujuan pendidikan memegang peranan penting (contoh satu lembaga pendidikan yang bertujuan menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam bidang pertanian karena lingkungan di sana mayoritas adalah petani dan tersedia lahan pertanian yang luas); jadi sekali lagi tidak ada yang paling menonjol dari keenam elemen tersebut dalam menentukan kualitas suatu pendidikan.
Pendidik atau guru adalah salah satu elemen dari keenam elemen di atas yang menentukan kualitas mutu pendidikan; bahkan ada sebagian orang yang menganggap bahwa di tangan seorang guru lah keberhasilan sebuah pendidikan ditentukan.Dengan predikat inilah terkadang seorang guru menjadi kambing hitam dari kegagalan sebuah pendidikan.Contoh konkrit adalah kemunduran dunia pendidikan di Negara kita ditengarai adalah mutu para guru yang rendah.[2]
Untuk meningkatkan kualitas mutu para guru, maka pemerintah dengan gencar mengadakan berbagai kegiatan seperti seminar-seminar, workshop, pelatihan-pelatihan ataupun pembentukan kumpulan guru-guru seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) ataupun KKG (Kelompok Kerja Guru) adalah sebagian usaha yang dilakukan oleh fihak pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu para guru.
Namun berbagai kegiatan di atas belum mampu mendongkrak dan meningkatkan kinerja dan kualitas kerja para guru.Melalui beberapa penelitian dan kajian ternyata yang menjadi sumber dari kurangnya kinerja dan kualitas mutu para guru adalah terletak pada gaji guru yang dianggap masih rendah[3]; bahkan tidak sedikit penghasilan para guru yang dibawah penghasilan buruh pabrik bahkan lebih mirisnya lebih kecil lagi dari para pekerja kasar (mis.Kuli bangunan).
Mendapati realita di atas, maka pemerintah merespon dengan meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% di APBN, dengan harapan peningkatan anggaran pendidikan ini dapat berimbas terhadap kesejahteraan para guru yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas mutu para guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk memfasilitasi peningkatan kesejahteraan para guru ini, maka pemerintah mencetuskan program yang disebut sertifikasi guru dalam jabatan yang dituangkan dalam peraturan Mentri Pendidikan Nasional no. 18 tahun 2007. Program sertifikasi ini merupakan proses pemberian sertifikat pendidik melalui pendidikan tertentu. Adapun sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang dibarikan kepada guru sebagai tenaga professional.[4]
Program sertifikasi ini mulai digulirkan pemerintah mulai tahun 2007 dan telah mensertifikasi sebanyak 1.849.279 orang sampai tahun 2011.[5] Namun selama lima tahun pelaksanaan sertifikasi tersebut banyak yang menilai bahwa program ini telah gagal mencapai seperti tujan awal penyelenggaraan sertifikasi yaitu menghasilkan guru-guru yang professional. Kegagalan tersebut dapat dilihat dari dua hal yaitu: proses pelaksanaan program dan kualitas mutu lulusan program.
Dalam proses pelaksanaan program sertifikasi, pemerintah seperti dalam tahap coba-coba yaitu dengan cara portofolio guru yang berhak sertifikasi; setelah muncul berbagai kecurangan dengan system ini, maka pemerintah mulai menggulirkan program diklat selama 9-10 hari bagi mereka yang lolos sebagi peserta sertifikasi. Program kedua pun banyak yang menilai tidak efektif karena seperti kegiatan yang formalitas saja; dianggap formalitas karena pembekalan keterampilan untuk menjadi seorang guru yang professional tidak cukup hanya diberikan dalam kurun 9-10 hari saja.
Segi lain dari kegagalan program sertifikasi guru adalah melihat kualitas mutu dari para guru yang telah diberi sertifikat; tidak sedikit dari guru yang telah disertifikasi namun tidak ada peningkatan mutu dan kualitas kinerja mereka ketika proses belajar mengajar dari yang sebelumnya; bahkan ada sebagian orang yang menilai ada penurunan kinerja dari sebagian mereka yang telah sertifikasi karena adanya tunjangan kesejahteraan setelah sertifikasi.Ada sinyalemen bagi sebagian guru, sertifikasi adalah upaya peningkatan kesejahteraan saja, kemudian mereka melupakan kewajiban-kewajiban guru yang telah disertifikasi.
Merespon dari kenyataan kegagalan dua program yang dilaksanakan dalam pelaksanaan sertifikasi, maka pada tahun 2012 pemerintah mencanangkan perbaikan dalam proses pelaksanaan sertifikasi ini. Bentuk perbaikan tersebur diimplemetasikan dalam empat hal, yaitu:[6]
a.       Penetapan peserta melalui online;
b.      Uji kompetensi;
c.       Perangkingan di mulai dari usia, masa kerja, golongan dan
d.      Penjadwalan.
Ada sebuah secercah harapan dari program baru yang digulirkan oleh pemerintah berkaitan dengan system pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan melalui Program Pendidikan Guru (PPG) yaitu dengan cara dilaksakan proses belajar mengajar melalui perkuliahan selama satu tahun, sebagaimana tertuang dalam permendiknas RI no. 8 tahun 2009. Namun dari program yang baik ini masih terselip beberapa pertanyaan, diantaranya adalah:
a.       Sejauh mana keefektifan pelaksanaan program PPG ini dalam meningkatkan kualitas mutu para pesertanya?
b.      Bagaimana respon atau tanggapan para peserta PPG yang harus melaksanakan program sertifikasi dengan pelaksanaan yang berbeda, baik dari segi waktu, tempat dan metodologi pelaksanaan dengan para peserta sertifikasi sebelumnya?
c.       Apakah materi yang diberikan dalam program PPG ini mampu meningkatkan kualitas mutu para pesertanya?
B.       Kajian Pustaka
a.    Profesionalisme
Profesionalisme adalah faham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang professional.Orang yang professional adalah orang yang memiliki profesi.[7] Selanjutnya orang yang memiliki profesi menurut Muchtar Lutfi[8] harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Profesi harus mengandung keahlian;
2.      Profesi harus merupakan panggilan hidup dan dikerjakan sepenuh waktu;
3.      Profesi memiliki teori-teori baku dan universal;
4.      Profesi berguna untuk masyarakat bukan untuk diri sendiri;
5.      Profesi harus dilengkapi kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif;
6.      Pemegang profesi memiliki kewenangan otonomi;
7.      Profesi mempunyai kode etik profesi; dan
8.      Profesi harus mempunyai klien.
Sementara Soetjipto[9] menjelaskan tentang profesionalisme lebih khusus kepada profesionalisme guru, yaitu bahwa guru yang professional harus memiliki sikap professional terhadap: Peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik,tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan.
Dari pengertian di atas tentang profesionalisme, maka bisa disimpulkan bahwa guru yang professional adalah orang yang melaksanakan pembibingan dan pembelajaran dengan dibekali ilmu pengetahuan yang relevan dan dikerjakan dengan sepenuh hati.
b.   Mutu keterampilan Mengajar
Mutu mempunyai berbagai macam pengertian, seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut: Menurut Juran dalamM. N. Nasution (2001), mutu suatu produk adalah kecocokkan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Crosby dalamM. N. Nasution (2001) menyatakan bahwa mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.[10]
Pendapat lain menurut Stanley Sutrisno (2010:8) mutu adalah “kesesuaian antara produk atau jasa yang dihasilkan organisasi dengan persyaratan atau kriteria yang ditetapkan oleh pelanggan”. Sedangkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2008) mengartikan mutu sebagai derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan.[11]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka mutu keterampilan mengajar adalah kesesuaian antara hasil dari keterampilan mengajar seorang guru dengan harapan peserta didik atau orang tua peserta didik. Ketika hasil dari keterampilan mengajar seorang guru tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan peserta didik dan orang tua peserta didik, maka keterampilan mengajar tersebut dikategorikan rendah.
C.  Pembahasan
Maksud program pendidikan profesi guru bagi guru dalam jabatan yang selanjutnya disebut program pendidikan profesi guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga para guru dapat memperoleh sertifikasi pendidik. Sedangkan Program PPG bertujuan untuk :
1.      Menghasilkan guru profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran;
2.      Menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik;
3.      Mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan.
Namun tentu saja harapan idealisme dari pelaksanaan PPG ini tidak akan berjalan mulus tanpa ada hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang perlu dikaji dan dipecahkan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah badan yang bertanggungjawab menyelenggarakan kegiatan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu dikaji oleh pemerintah dalam pelaksanaan PPG ini, diantaranya adalah:
1.    Efektifitas waktu pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan program PPG yang diselenggarakan selama satu tahun dengan perkuliahan dua semester perlu pengkajian ulang. Perbedaan waktu pelaksanaan yang cukup jauh antara program pendidikan dan latihan (diklat) yang hanya 9-10 hari saja; bahkan akan lebih jomplang lagi kalau dibandingkan dengan mereka yang menempuh program sertifikasi dengan portofolio, secara tidak sadar telah menimbulkan rasa kecemburuan bagi para peserta program PPG. Sementara mereka yang diklat hanya menempuh waktu sangat singkat dengan beban tugas yang tidak terlalu banyak; berbanding jauh dengan mereka yang mengikuti program PPG selain waktu yang panjang juga dengan beban tugas dan kewajiban lebih banyak dan lebih berat.
Menurut hemat penulis, waktu pelaksanaan PPG ini bisa disingkat atau tidak terlalu panjang sampai satu tahun, minimal tiga bulan atau maksimal enam bulan hal ini berdasar pada:
Ø  Peserta PPG adalah mereka yang telah menempuh pendidikan S1 bahkan ada yang telah menempuh S2. Dengan fakta ini, mereka hanya membutuhkan pemadatan tentang materi-materi pembelajaran praktis.
Ø  Peserta PPG secara umum adalah mereka yang cukup berperan dalam kehidupan social di masyarakat; terutama peserta PPG di bawah naungan Departemen Agama secara umum adalah mempunyai peranan sentral dalam kehidupan social di masyarakat (missal sebagai Ustad, penggerak kegiatan keagamaan dan lain-lain) sehingga ketika harus meninggalkan hal tersebut menjadi sebuah beban bagi mereka.
Ø  Pembiayaan antara satu tahun dengan 3-6 bulan tentu akan jauh berbeda kisaran besarannya. Walaupun pembiayaan program ini adalah bantuan dari pemerintah, namun alangkah lebih layaknya bagi para penyelenggara untuk mengefektifkan dan mengefesiensikannya.
2.    Materi kegiatan
Sebagaimana yang telah diutarakan di atas, peserta PPG adalah mereka yang telah menempuh pendidikan S1 dan S2; bahkan mereka adalah guru-guru yang telah bekerja di lapangan dengan beraneka ragam pengalaman selama bertahun-tahun, maka program PPG ini penulis fikir adalah sebagai bahan penguatan mereka dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Dengan kondisi tersebut, maka akan berimbas pada materi yang akan diberikan pada pelaksanaan program ini, yaitu metari-materi pembelajaran yang sifatnya praktis di lapangan, seperti:
Ø  Cara-cara penyusunan administrasi pembelajaran;
Ø  Metode-metode pembelajaran
Ø  Cara-cara mengatasi permasalahan dengan pendidikan (khususnya peserta didik)
Karena sifatnya praktis, maka pelaksanaan kegiatan ini bisa berupa workshop atau praktek lapangan di kelas. Dengan metode ini, maka peserta PPG dapat melihat dan merasakan langsung tentang pelaksanaan proses belajar menagajar secara professional. Alangkah tidak pasnya ketika peserta PPG disibukkan dengan tugas pembuatan makalah, diskusi-diskusi yang tidak berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar dan yang lainnya.
selanjutnya penulis berfikir bahwa dalam kegiatan PPG ini tidak perlu adanya kegiatan/ujian praktek lapangan (PPL), dengan asumsi keberhasilan program kegiatan PPG adalah berhasilnya para peserta meningkatkan kualitas pembelajaran ketika mereka kembali ke sekolah masing-masing, bukan di sekolah yang dijadikan sebagai tempat ujian sementara. Penulis berfikir dengan adanya microteaching saja itu sudah cukup untuk melihat kemampuan peserta didik dalam mempraktekan hasil dari materi-materi PPG.
3.    Peserta Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan PPG tidak menguntungkan bagi sebagian peserta kegiatan.Hal ini terkait dengan tempat penyelenggaraan yang tidak tersedia di setiap provinsi. Sebagai contoh pelaksanaan PPG bagi para guru bahasa Arab yang hanya terdapat di UIN Jakarta, UIN Malang dan UIN jogya hal ini cukup merepotkan bagi mereka yang tidak tinggal di ketiga provinsi tersebut; dan yang di `untung` kan adalah mereka yang berada tidak jauh dari tempat-tempat penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Imbas dari jauhnya tempat kegiatan tersebut adalah terhadap biaya yang harus mereka keluarkan.Walaupun biaya perkuliahan dibantu oleh pemerintah ditambah dengan biaya living cost, ternyata itu belum/tidak mencukupi.Hal ini bertambah parah bagi sebagian peserta, karena mereka harus melakukan cuti mengajar dari sekolah masing-masing, sehingga secara otomatis penghasilan mereka terhenti.Di sinilah, kebingungan mereka, terutama yang telah berkeluarga, bantuan pemerintah dalam kegiatan PPG ini, jangankan untuk membiayai keluarga (yang telah terhenti pembiayaannya karena cuti) untuk membiayai diri sendiri saja cukup kerepotan dalam membaginya.
D.      Refleksi
Alangkah tepat dan bagusnya reaksi pemerintah dalam menjawab persoalan rendahnya mutu pendidikan di negeri ini dengan meningkatkan kualitas mutu para pengajarnya (guru) melalui pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan. Namun banyak catatan yang perlu dikaji dan difikir ulang kembali dalam proses pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan ini. Jangan sampai ide dan gagasan yang baik ini, malah menjadi bumerang bahkan menjadi mati karena salah dan tidak pandainya pemerintah untuk menjalankan program ini.
Kesejahteraan guru adalah hal penting yang harus difikirkan bersama, namun materi atau uang bukanlah segalanya bagi para pendidik yang memilki jiwa profesionalesme.Bagi mereka, baik guru yang telah bersertifikat ataupun belum, mendidik adalah panggilan jiwa dan bentuk tanggungjawab sebagai seorang pendidik, bukanlah materi ataupun uang yang menjadi landasan mereka dalam melaksanakan tugas.Sertifikasi hanyalah sebuah upaya dan jalan untuk meningkatkan keterampilan mengajar sekaligus meningkatkan pendapatan kesejahteraan.
E.       Penutup
Program Pendidikan Profesionalisme Guru (PPG) adalah upaya pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kualitas mutu guru dalam rangka menjawab permasalahan pendidikan di Negara ini yang dianggap masih rendah.Program PPG adalah bentuk ketiga dari pemerintah dalam kegiatan sertifikasi guru dalam jabatan disamping program portofolio dan pendidikan dan latihan (diklat). Dalam pelaksanaan program PPG ini hendaknya pemerintah berfikir ulang tentang beberapa hal, diantaranya adalah:
Ø  Efektifitas waktu pelaksanaan program;
Ø  Materi program; dan
Ø  Peserta program kaitannya dengan tempat dan biaya program.
F.       Daftar Pustaka
Ø  Riva`I, Veithzal. Sylviana Murni. Education Management (analisis Teori dan Praktik).Rajawali Pers; Jakarta; 2010.
Ø  Soetjipto.Raflis Kosasih. Profesi Keguruan. Rineka Cipta; Jakarta; 2007.
Ø  Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Rosda karya; Bandung; 2004.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar