BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pembiayaan atau pendanaan dalam sebuah pendidikan adalah sebuah
elemen penting bagi terselenggaranya proses belajar mengajar. P.H Coombs (1968;
78) menyebutkan bahwa komponen pendidikan yang berkaitan dan saling berhubungan
satu dengan yang lainnya terdapat dua belas (12) komponen, dan salah satunya
adalah ongkos pendidikan atau pembiayaan.[1]
Pembiayaan atau pendanaan dalam pendidikan berfungsi untuk
meningkatkan efesiensi dan efektifitas program pendidikan yang dilaksanakan.
Pembiayaan diperlukan untuk pengadaan alat-alat, gaji guru, pegawai dan
alat-alat. Di samping itu pembiayaan atau pendanaan juga digunakan untuk
meningkatkan mutu dan kwalitas proses belajar mengajar yang dilaksanakan.
Salah satu sumber pemasukan dana sekolah adalah partisifasi dari
masyarakat atau orang tua yang memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan
tersebut. Sumbangan dana dari masyarakat dalam hal ini orang tua siswa bisa
berupa uang pangkal atau uang bangunan, BP3 atau SPP, atupun sumbangan-sumbangan
yang lainnya.
Sumbangan atau dana yang diberikan oleh orang tua siswa telah
berjalan sangat lama; baik itu di lembaga pendidikan formal ataupun informal.
Namun yang menjadi titik tekan bahwa, sumbangan yang diberikan oleh orang tua
tidak mengikat harus berupa uang; ada di antara mereka yang membayar dengan
beras, palawija ataupun hasil pertanian lainnya. Hal tersebut jelas sekali
terlihat ketika bangsa ini baru lepas dari colonial penjajahan.
Metode atau tekhnik pembayaran di atas, dengan tidak menekankan
pada bayaran berupa uang, dapat tersa lebih dekat dengan apa yang terjadi di
pondok-pondok pesantren tradisional. Mereka dating ke pesantren dengan tujuan
mencari ilmu dengan bekal seadanya, dan mereka member iuran kepada kyai pun
dengan berneka ragam, ada yang dengan kayu bakar, singkong, pisang dan lain
sebagainya; namun para santri ini merelakan sebagian tenaganya untuk membantu
kehidupan sehari-hari, seperti mencangkul, berkebun, mengurus kolam kepunyaan
kyai dan lain sebagainya sebagai bentuk pengabdian mereka kepada kyai.
Seiring dengan perkembangan system pendidikan di negri ini, dan
semakin banyaknya lembaga pendidikan yang sifatnya formal baik itu yang
didirikan oleh pemerintah ataupun swasta, maka metode pembayaran dana
pendidikan seperti digambarkan di atas mulai ditinggalkan- walaupun tidak
hilang sama sekali karena di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan, metode ini
masih berlaku. Lembaga pendidikan pada saat ini lebih menekankan dana
pendidikan dengan bentuk uang. Hal ini juga tidak lepas dari salah satu
pendidrian dari lembaga pendidikan yaitu untuk investasi[2];
sehingga tidak sedikit lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bisnis
semata.
Dengan perubahan paradigma tujuan pendidikan yang berimbas kepada
system pembayaran dana pendidikan, maka tidak jarang menimbulkan banyak
permasalahan dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Ada sekolah yang
bangkrut karena tidak berjalannya pendanaan sekolah secara normal; ada siswa
yang tidak bisa mengikuti ujian karena tidak mampu bayar uang ujian; ada anak
yang putus sekolah karena tidak adanya uang untuk bayaran sekolah; demo orang
tua karena kenaikan dana sekolah dan permasalahan yang lainnya diakibatkan oleh
perubahan paradigm dan system pendanaan sekolah.
Islam sebagai salah satu ajaran yang menjunjung tinggi masalah
pendidikan[3],
tentu saja telah mempunyai pegangan dan aturan berkaitan dengan pembiayaan dan
dana pendidikan tersebut. Berkaitan dengan ajaran Islam tentu kita tidak bisa
melepaskan kajian dari sumber ajaran Islam yaitu al-Qur`an; di mana dalam kitab
al-Qur`an telah dijelaskan berbagai masalah social dan salah satunya adalah
pendidikan.
Berdasarkan
deskriftif di atas berkaitan dengan pembiayaan pendidikan, penulis mencoba
untuk mengkajinya berdasarkan perspektif al-Qur`an. Banyak sekali dalam
al-Qur`an yang menjelaskan berkaitan dengan permasalahan pendidikan; namun
dalam tulisan ini penulis mencoba untuk mengkaji masalah pembiayaan pendidikan
tersebut dalam al-Qur`an surat al-Mujadilah ayat 12-13, dengan judul tulisan `Biaya
Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur`an Surat Al-Mujadilah ayat 12-13`
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan sekaligus
sebagai ruang lingkup pembahasan dengan beberapa kalimat pertanyaan sebagai
berikut:
a.
Apa
yang dimaksud dengan biaya pendidikan?
b.
Apa
saja yang menjadi sumber biaya pendidikan?
c.
Apa
fungsi dan tujuan biaya dalam pendidikan?
d.
Bagaimana
konsep biaya pendidikan menurut al-Qur`an surat al-Mujadilah ayat 12-13?
1.3
Tujuan Masalah
Dari
rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis,
yaitu mengetahui:
a.
Makna
atau pengertian dari biaya pendidikan
b.
Sumber-sumber
biaya pendidikan
c.
Fungsi
dan tujuan biaya pendidikan
d.
Konsep
biaya pendidikan menurut al-Qur`an surat al-Mujadilah ayat 12-13
1.4
Sistematika Pembahasan
Untuk
lebih sistematisnya pembahasan ini, maka penulis membagi tulisan ini menjadi
lima (5) bab, sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN, terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Masalah dan Sistematika Pembahasan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, terdiri dari: Definisi dan Fungsi Biaya Pendidikan, Sumber-Sumber
Biaya Pendidikan dan Model Biaya Pendidikan.
BAB III. OBJEK PENELITIAN, Terdiri dari: Seputar Surat Al-Mujadilah, Hubungan Surat
Al-Mujadilah dengan Surat yang lainnya, dan Kandungan Surat Al-Mujadilah.
BAB IV. PEMBAHASAN, terdidri dari: Lafadz dan Asbabun Nuzul ayat 12-13, Tafsir ayat
12-13, dan Konsep pendidikan dari ayat 12-13.
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN, terdiri dari:
Kesimpulan dan saran-saran
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi dan Fungsi Biaya Pendidikan
Ketika berbicara tentang pembiayaan
pendidikan maka persoalan yang muncul yaitu bagaimana produktivitas dan
efisiensi yang bisa dicapai oleh sekolah berkaitan penggunaan biaya pendidikan
itu. Kedua persoalan pokok tersebut (produktivitas dan efisiensi)
merupakan konsep yang sejalan (harmonis) dalam kaitannya dengan penggunaan atau
analisis biaya. Namun demikian hal tersebut banyak diabaikan dan bahkan
ditinggalkan oleh para pengelola dunia pendidikan. Para pengelola
pendidikan dan para pemimpin selalu menganggap bahwa biaya pendidikan merupakan
persoalan yang gampang dan selalu dianggapnya sebagai suatu komponen yang tidak
menentukan terhadap kualitas pendidikan. Pemikiran tersebut sangatlah keliru
dan kita sebagai masyarakat telah terkecoh dengan persoalan biaya
pendidikan. Selama ini kita telah salah memposisikan biaya dalam kontek peningkatan
kualitas pendidikan. Apabila hal ini dipertahankan terus oleh pola pikir
para pengelola pendidikan dan para pemimpin maka sulit bahkan tidak akan pernah
dunia pendidikan kita akan maju.
Satu hal yang perlu disadari bersama
bahwa pembiayaan pendidikan merupakan kunci sukses penyelenggaraan pendidikan
yang pada gilirannya akan memiliki dampak terhadap negara atau daerah otonom
tertentu. Suatu negara atau daerah otonom tertentu yang menghendaki
percepatan dalam pertumbuhan dalam segala aspek harus memperhatikan dunia
pendidikan lebih dari yang lainnya, termasuk di dalamnya tentang percepatan
dalam pemberantasan korupsi.
Biaya pendidikan diasumsikan sebagai
kumpulan materi (financial) untuk mendukung terjadinya keberlangsungan sebuah
pendidikan. Permasalahan biaya pendidikan tidak semudah yang dibayangkan orang
selama ini. Biaya pendidikan harus mengukur dua unsure penting yaitu:
a.
menghitung biaya yang langsung
dikeluarkan untuk biaya pendidikan;
b.
menghitung
biaya kesempatan (opportunity cost) atau penghasilan yang hilang (income
forgone).
Selanjutnya
fungsi dari biaya pendidikan adalah untuk meningkatkan efesiensi dan
efektifitas program pendidikan yang dilaksanakan. Di samping itu, biaya
pendidikan juga berfungsi untuk: pengadaan alat-alat, gaji guru dan pegawai dan
pemeliharaan alat-alat.
2.2
Sumber-Sumber Biaya Pendidikan
Berkaitan
dengan sumber dari mana biaya pendidikan itu dapat diperoleh, maka para ahli
telah sepakat bahwa ada (4) sumber pokok pembiayaan sekolah, yaitu:
a.
Pemerintah
Pendidikan di
negeri ini tanggung jawab utamanya adalah pemerintah, maka yang paling
bertanggung jawab dalam biaya pendidikan di suatu lembaga adalah pemerintah.
Walaupun belum secara total penuh dalam membantu dalam dunia pendidikan di
negri ini, tapi pemerintah telah menunjukkan sinyal positif dengan beberapa
program kerjanya, yaitu : anggaran pendidikan menjadi 20% dari APBN, adanya
program sertifikasi bagi staf pengajar, program akreditasi sekolah untuk
meningkatkan mutu pendidikan suatu sekolah dan program-program lainnya yang
merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan
b.
Lembaga
pendidikan itu sendiri
Ketika sebuah
lembaga pendidikan (baik itu yang sifatnya yayasan ataupun pribadi) ketika akan
mendidrikan sebuah sekolah tentu saja harus mempunyai dana pribadi terdahulu,
karena tidak akan serta merta pemerintah memberikan bantuan. Maka di sinilah
diperlukan biaya sendiri bagi mereka yang akan mendirikan sekolah; bisa berupa
barang, tanah, ataupun materi berbentuk uang.
c.
Partisifasi
masyarakat
Dalam sejarah
dunia pendidikan, peran serta masyarakat dalam mendirikan suatu lembaga
pendidikan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Peran serta masyarakat terhadap
dunia pendidikan bisa berupa dukangan materil ataupun non materil. Banyak
diantara meraka yang mewakafkan sebidang tanah untuk pendirian bangunan
pendidikan; atau ada juga sebagian mereka yang menghibahkan hartanya untuk
keberlangsungan sebuah pendidikan; ataupun dukungan mereka secara non materil
berupa dukungan moral terhadap pendidrian atau keberlangsungan sebuah
pendidikan.
d.
Partisifasi
Orang Tua Siswa
Salah satu
unsure penting dalam pembiayaan pendidikan adalah partisifasi orang tua siswa
dalam membayar kewajiban mereka membayar iuran ataupun dana bantuan lainnya.
Ketika partisifasi orang tua dalam memenuhi kewajibannya rendah, maka tidak
sedikit lembaga pendidikan yang tidak bisa melanjutkan proses belajar
mengajarnya.
2.3 Model-Model
Biaya Pendidikan
Ada
beberapa model pendidikan yang harus difahami oleh satuan pendidikan.
Model-model pendidikan tersebut diantaranya adalah:
1.
Model
Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model), merupakan dana bantuan dari pemerintah
yang berdasarkan pada jumlah siswa yang harus dididik.
2.
Model
Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model) merupakan dana bantuan dari
pemerintah kepada daerah yang yang miskin dan jumlahnya lebih besar daripada
dana bantuan yang diberikan kepada daerah yang sudah makmur.
3.
Model
Perencanaan Pajak jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan), model ini
berdasarkan penafsiran per siswa, sehingga penerima bantuan ini akan berbeda di
setiap siswa.
4.
Model
Persamaan Persentase (Persentage Equalizing Model) merupakan bantuan pemerintah
kepada murid-murid dan guru-guru di daerah yang kurang makmur.
5.
Model
Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan) model ini merupakan subsidi silang dari pajak
daerah yang telah makmur kepada daerah yang masih tertinggal.
6.
Model
Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Model)
7.
Model
Sumber Pembiayaan (the Resources Cost Model)
8.
Model
Surat Bukti/penerima (Models of Choice and Voucher plans)
9.
Model
Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan)
10. Model berdasar Pengalaman (Historic Funding)
11. Model berdasarkan Usulan (Bidding Model)
12. Model berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model)
BAB
III
OBJEK
PENELITIAN
3.1 Seputar Surat Al-Mujadilah
Penamaan
surat dengan al-Mujadilah karena isi dari surat tersebut adalah menceritakan
tentang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada suaminya; hal tersebut
dapat tergambar pada ayat 1, yaitu:
قد سَمِعَ اللّهُ
قَوْلَ الَّتِى تُجادِلُكَ فِى زَوْجِها وَتَشْتَكِى إِلَى اللّهِ وَاللّهُ
يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إنََّ اللّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Artinya: `Sesungguhnya Allah Telah
mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang
suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab
antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat (Q.S al-Mujadilah, 58;22)
Sebab
Turunnya ayat Ini ialah berhubungan dengan persoalan seorang wanita bernama
Khaulah binti Tsa´labah yang Telah dizhihar oleh suaminya Aus ibn Shamit, yaitu
dengan mengatakan kepada isterinya: Kamu bagiku seperti punggung ibuku dengan
maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh
menggauli ibunya. menurut adat Jahiliyah kalimat zhihar seperti itu sudah sama
dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah
s.a.w. Rasulullah menjawab, bahwa dalam hal Ini belum ada Keputusan dari Allah.
dan pada riwayat yang lain Rasulullah mengatakan: Engkau Telah diharamkan bersetubuh
dengan dia. lalu Khaulah berkata: Suamiku belum menyebutkan kata-kata thalak
Kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu
Keputusan dalam hal ini, sehingga Kemudian turunlah ayat Ini dan ayat-ayat
berikutnya.
Surat al-Mujadilah
termasuk ke dalam golongan surat madaniyyah `yaitu surat-surat yang
diturunkan di kota Madinah atau sekitar kota Madinah; atau juga surat yang
diturunkan setelah Rasulullah saw melakukan hijrah`. Surat al-Mujadilah terdiri
dari 22 ayat; dan hamper keseluruhan ayat bercerita tentang segi mu`amalah atau
kehidupan keseharian manusia, khususnya kaum muslimin.
3.2 Hubungan Surat Al-Mujadilah Dengan Surat yang lainnya
Setiap
surat selalu ada hubungan dengan surat yang lainnya, khususnya dengan surat sebelumnya
ataupun surat sesudahnya. Begitu juga dengan surat al-Mujadilah mempunyai
hubungan dengan surat Al-Hadid (surat sebelumnya) dan surat At-Tahrim (surat
sesudahnya).
Dengan
surat al-Hadid, surat al-Mujadilah mempunyai dua hubungan yang erat, yaitu:
a.
Dalam
surat al-Hadid disebutkan beberapa Asma`ul Husna, seperti: al-Bathin dan maha
mengetahui segala sesuatu; sedangkan dalam surat al-Mujadilah disebutkan bahwa
Allah SWT mengetahui pembicaraan-pembicaraan yang dirahasiakan.
b.
Pada
surat al-Hadid disebutkan bahwa Allah SWT mempunyai karunia-Nya kepada seorang
wanita, yaitu dengan menghilangkan hal-hal yang merugikan pihak wanita pada
hokum zhihar yang berlaku di kalangan Arab Jahiliyyah.
Sementara
hubungan surat al-Mujadilah dengan surat at-tahrim adalah sebagai berikut:
a.
Pada
surat al-Mujadilah, Allah menyatakan bahwa Agama Allah pasti akan menang.
Sedangkan permulaan surat al-Hasyr, Allah menyebutkan salah satu kemenangan
tersebut adalah pengusiran Bani Nadhir dari kota Madinah.
b.
Dalam
surat al-Mujadilah Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya akan mendapat kebinasaan.sedangkan pada surat al-Hasyr Allah
menyabutkan bahwa orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya akan mendapat
siksa yang perih.
c.
Dalam
surat al-Mujadilah Allah menyebutkan keadaan orang-orang munafik dan
orang-orang Yahudi dan bagaimana mereka bahu membahu menentang Islam. Sedangkan
dalam surat al-Hasyr disebutkan kekalahan yanh menimpa mereka dan persatuan
mereka tidak dapat menolong mereka sedikit pun.
3.3 Kandungan Surat Al-Mujadilah
Surat
al-Mujadilah mengandung banyak hukum-hukum syari`at, seperti hokum zhihar,
kifarat bagi yang melakukan zhihar, hokum tanaji, adab majlis, mendahulukan
sedekah ketika memanggil Rasul, larangan bersikap lembut kepada musuh-musuh
Allah SWT, membahas kaum munafik dan Yahudi serta yang lainnya.
Selanjutnya
keutamaan surat al-Mujadilah, dia akan tercatat dari hizb Allah SWT di hari
kiamat kelak. Al-Mujadilah sebagai salah satu surat al-Qur`an mempunyai
beberapa karakteristik[4]
sebagai berikut:
a.
Termasuk
surat Madaniyyah
b.
Termasuk
surat al-Mufashshal
c.
Jumlah
ayatnya 22 ayat
d.
Urutan
ke-58 dalam mushaf
e.
Diturunkan
setelah surat al-Munafiqun
f.
Dimulai
dengan uslub taukid `qad sami`a`
g.
Pada
setiap ayat disebutkan lafhdzul jalalah.
BAB
IV
KONSEPSI
BIAYA PENDIDIKAN
PERSPEKTIF
QUR`AN SURAT AL-MUJADILAH AYAT 12-13
4.1 Lafadz dan Asbabun Nuzul Ayat 12-13
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ãLäêøyf»tR tAqߧ9$# (#qãBÏds)sù tû÷üt/ ôyt óOä31uqøgwU Zps%y|¹ 4 y7Ï9ºs ×öyz ö/ä3©9 ãygôÛr&ur 4 bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊËÈ ÷Läêø)xÿô©r&uä br& (#qãBÏds)è? tû÷üt/ ôyt óOä31uqøgwU ;M»s%y|¹ 4 øÎ*sù óOs9 (#qè=yèøÿs? z>$s?ur ª!$# öNä3øn=tæ (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur ©!$# ¼ã&s!qßuur 4 ª!$#ur 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÌÈ
Artinya: `Hai orang-orang beriman,
apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu
mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian
itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan
disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) Karena kamu memberikan sedekah sebelum
mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan
Allah Telah memberi Taubat kepadamu Maka Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat,
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan` (Q.S al-Mujadilah, 85; 12-13)
Ayat
12-13 dalam surat al-Mujadilah diturunkan berkaitan dengan kebiasaan
orang-orang mukmin yang sering bertanya kepada Rasulullah saw berkaitan dengan
ajaran Islam. Hal ini sebagaimana yang tergambar dalam riwayat berikut ini:
a.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari Abu Thalhah yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa kaum
muslimin terlalu banyak bertanya kepada Rasulullah saw, sehingga membebankan
kepada beliau; untuk meringankan beban Rasulullah saw Allah SWT menurunkan ayat
(12) dalam surat al-Mujadilah ini yang memerintahkan untuk bersedekah kepada
fakir miskin sebelum bertanya kepada Rasulullah saw. Setelah turunnya ayat (12)
tersebut kebanyakan orang menahan diri untuk banyak bertanya; maka turunlah
ayat (13) sebagai teguran kepada orang-orang yang tidak mau bertanya karena
takut mengeluarkan sedekah.
b.
Diriwayatkan
oleh At-Tirmizi dan lainnya (yang menganggap hadits ini hasan) yang bersumber
dari Ali bahwa setelah turunnya ayat (12) Rasulullah saw bersabda kepada Ali
bin bin Abi Thalib, `Bagaimana pendapatmu kalau sedekah satu dinar?` Ali
menjawab, `mereka tidak akn mampu` Nabi bertanya,`setengah dinar`, Ali menjawab
`mereka tidak akn mampu`, Nabi bertanya `kalau begitu berapa?` Ali menjawab
`satu butir sya`ir`, Nabi berkata `Engkau terlalu sederhana`. Maka turunlah
ayat (13) sebagai teguran kepada orang-orang beriman yang bertanya kepada
Rasulullah saw tapi takut bersedekah kepada orang miskin. Selanjutnya Ali
berkata, `karena peristiwa inilah umat ini dientengkan dari bebannya.
4.2 Konsep Pembiayaan Pendidikan dari Ayat 12-13
Kalau
kita mencoba mencermati ayat 12-13 pada surat al-Mujadilah, maka kita bisa
mengambil pelajaran berkaitan dengan biaya pendidikan. Hal ini bisa dijadikan
pijakan bagi para pengelola atau stake holder pendidikan dalam mengkonsep
berkaitan dengan biaya pendidikan.
Ayat
(12) memberikan pelajaran kepada kita bahwa pendidikan itu tidak gratis; bahkan
dalam satu riwayat berkaitan dengan turunnya ayat ini menjelaskan bahwa bahwa
pendidikan itu jangan terlalu murah (seperti perkataan Rasulullah kepada Ali
bin Abi Thalib). Dalam ayat ini Allah SWT memberikan persyaratan kepada kaum
muslimin yang hendak bertanya (belajar) kepada Rasulullah saw untuk
mengeluarkan sedekah kepada fakir miskin. Mengeluarkan sedekah dalam ayat ini
bisa kita asumsikan sebagai biaya pendidikan (pembelajaran) yang harus
dikeluarkan oleh si pencari ilmu.
Syarat
mengeluarkan sedekah dalam ayat ini mempunyai tujuan, yaitu untuk mencegah kaum
muslimin bertanya secara berlebihan atau terlalu sering bertanya sehingga hal
ini membebani Rasulullah saw. Dengan adanya syarat tersebut, maka kaum muslimin
berpikir dua kali untuk lebih sering bertanya kepada Rasulullah saw.
Dalam
realita dunia pendidikan yang terjadi, biaya pendidikan yang dibebankan kepada
peserta didik juga mempunyai tujuan; walaupun tidak persis sama dengan tujuan
yang tertera dalam surat al-Mujadilah ayat 12. Tujuan yang paling utama dari
biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh peserta didik adalah untuk
menunjang kelancaran berlangsungnya proses belajar mengajar- sebagaiman telah
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Di samping itu, dana pendidikan yang
dibebankan kepada para peserta didik bertujuan untuk mengikat para peserta
didik agar mereka belajar secara sungguh-sungguh; dengan asumsi bahwa mereka
akan merasa rugi kalau tidak belajar dengan sungguh-sungguh setelah mereka
mengeluarkan biaya yang harus mereka bayar.
Terkadang
dalam dunia pendidikan yang menggratiskan pembiayaan tanpa ada persyaratan
tertentu,sering terjadi pengkaburan dari tujuan utama pendidikan. Sebagian
siswa atau bahkan orang tua terkadang malah melepas tanggung jawab dan kurang
memperhatikan dari perkembangan pendidikan putranya. Terkadang mereka
menganggap anaknya sudah difasilitasi segalanya oleh fihak sekolah, sehingga
dengan penggratisan pembiayaan ini mereka malah melupakan kewajiban untuk
memperhatikan perkembangan pendidikan anaknya.
Ayat
(13) memberikan pelajaran khususnya bagi mereka yang memangku tanggung jawab
dalam pengelolaan pendidikan. Dalam ayat ini Allah SWT memberikan keringanan
kepada kaum muslimin yang ingin bertanya (belajar) kepada Rasulullah saw tapi
mereka tidak mampu untuk memberi sedekah kepada fakir miskin, maka Allah
memberika keringanan berupa penggantian kewajiban dengan mendirikan shalat,
atau membayar zakat dan ta`at kepada Allah dan rasul-Nya.
Dewasa
ini, dunia pendidikan secara umum telah memberlakukan biaya pendidikan berupa
sejumlah uang. Bahkan dalam beberapa kasus, banyak lembaga pendidikan (sekolah)
yang tidak menerima calon siswa tidak mampu membayar biaya pendidikan (padahal
secara intelektual mereka mampu); ataupun kasus yang lain adalah beberapa
sekolah mengeluarkan siswanya hanya karena mereka tidak mampu mebayar SPP atau
membayar uang ujian.
Kalau
kita berkaca dari ayat (13) di atas memberikan gambaran bahwa ketika seorang
siswa tidak mampu untuk membayar biaya pendidikan, maka mereka berhak untuk
membayar dengan bentuk yang lain. Bisa berupa bentuk materi ataupun jasa yang lain;
Ambil contoh: membayar dengan hasil pertanian, hasil lading, ataupun berupa
jasa.
Bila
kita mencoba untuk kembali ke dalam sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia,
maka konsep yang diajarkan dalam surat al-Mujadilah ayat (12-13) ini telah
diterapkan oleh lembaga pendidikan Pesantren Tradisional. Zamakhsyari Dhofier
(1985; 22) menjelaskan bahwa, para santri yang menuntut ilmu kepada kyainya
tidak dibebankan untuk membayar dengan berupa jumlah uang; tapi mereka ada yang
membawa hasil pertanian-berupa padi, ataupun ada yang membawa hasil
perladangan- seperti ketela, pisang ataupun yang lainnya; atau bahkan ada di
antara mereka yang hanya membawa kayu bakar.
Selanjutnya,
di pesantren tradisional pun tidak mempersalahkan santri yang tidak mampu
membayar berupa materi ataupun barang; tapi mereka diberdayakan oleh para kyai
untuk membantu mengurus kekayaan kyai, seperti memelihara kolam, mencangkul di
sawah, ataupun bekerja di kebun atau lading. Hal ini menunjukkkan bagaimana
para kyai yang mengajar di pesantren tradisional menerapkan prinsip pembiayaan
sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Mujadilah ayat 12-13.
Namun,
kita juga jangan terlalu pesimis dengan apa yang terjadi dalam dunia pendidikan
dewasa ini. Walaupun secara umum lembaga pendidikan (sekolah) mengukur
kelayakan calon siswa dengan kemampuan membayar biaya pendidikan, namun masih
ada sekolah yang menyediakan beasiswa bagi mereka yang termasuk orang-orang
yang tidak mampu- terutama di lembaga pendidikan di pesantren. Masih banyak
pesantren yang memberikan keringanan bagi para santrinya untuk tidak membeyar
kewajiban sebagaiman yang telah ditetapkan oleh fihak lembaga. Namun, sangat
disayangkan hal ini akan sangat jarang terjadi di sekolah-sekolah pemerintahan
(sekolah negeri) terutama sekolah-sekolah yang termasuk sekolah favorit.
Di
samping masih ada sekolah-sekolah yang menyediakan beasiswa bagi orang-orang
yang tidak mampu, pemerintah pun sudah mulai memberikan perhatian yang cukup
baik kepada para siswa yang tidak mampu. Hal ini dibuktikan dengan adanya
program bantuan siswa miskin, ataupun penyediaan beasiswa, khususnya untuk
sekolah tingkat atas bagi mereka yang akan melanjutkan studinya ke jenjang
perkuliahan. Bahkan yang cukup menggembirakan bahwa pemerintah sudah mulai
menyediakan sekolah khusus beasiswa bagi mereka yang mempunyai keunggulan
secara akademis (contoh sekolah Madrasah Aliyah di Serpong Tangerang). Walaupun
belum secara total pemerintah memberikan bantuan kepada para siswa yang berhak
menerima bantuan, tapi dari gambaran di atas cukup menggembirakan bagi para
siswa yang akan menuntut ilmu.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari
uraian bab-bab terdahulu, ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik oleh
penulis, yaitu:
1.
Biaya pendidikan diasumsikan sebagai
kumpulan materi (financial) untuk mendukung terjadinya keberlangsungan dan
proses belajar mengajar sebuah pendidikan.
2.
Sumber-sumber
pokok dalam dunia pendidikan ada empat macam, yaitu:
a.
Pemerintah
b.
Lembaga
Pendidikan
c.
Partisifasi
Masyarakat
d.
Partisisfasi
Orang Tua siswa
3.
Fungsi
dan tujuan biaya pendidikan diantaranya adalah:
a.
Efektifitasv
dan efesiensi pelaksanaan program pendidikan
b.
Pengadaan
sarana pra sarana pendidikan
c.
Pemeliharaan
sarana dan pra sarana
d.
Penggajian
guru, karyawan, dan pegawai
4.
Konsep
biaya pendidikan dalam surat Al-Mujadilah ayat 12-13 adalah:
a.
Pendidikan
itu tidak gratis dan tidak murah
b.
Kewajiban
peserta didik untuk mengeluarkan biaya pendidikan
c.
Keridhaan
penyelenggara pendidikan untuk menerima biaya pendidikan dari peserta didik
dalam bentuk apapun.
5.2 SARAN-SARAN
Dari
makalah yang penulis susun berkaitan dengan `konsep biaya pendidikan dari surat
Al-Mujadilah ayat 12-13, ada beberapa saran sebagai berikut:
a.
Hendaklah
para stake holder pendidikan meperhatikan hak dan kewajiban mereka
masing-masing.
b.
Hendaklah
antara pendidik dan peserta didik menyadari akan tugas, kewajiban dan hak
mereka masing-masing.
c.
Hendaklah
jumlah materi jangan dijadikan sebagai sebuah acuan satu-satunya dalam menilai
keberhasilan sebuah pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Burhanudin, Lc M.Si. H. Nandang. Al-Quran Al-Karim Mushhaf al-Burhan. Cv. Media Fitrah Rabbani Kalimantan Timur. 2010.
Hermawan, M.Ag. Ilmu
Pendidikan Islam. Staida Press,
Garut. 2005
Tafsir, DR. Ahmad. Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. BPP Imtaq, Jakarta. 2004
Wahyudin, Dinn. Pengantar
Pendidikan. PT. Universitas Terbuka, Jakarta. 2007.
[1]. Lihat
Dinn Wahyudin, Pengantar Pendidikan, 3.22. Universitas Terbuka, Jakarta. 2007
[2].
Lihat DR. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, 97. Rosda
Karya, Bandung 2004.
[3].
Lihat Q.S Al-Mujadilah (58; 11)
[4].
Burhanudin, Lc. H. Nandang Mushaf al-Qur`an al-karim 17 in one. Media Fitrah
Rabbani, Kaltim. 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar