Jumat, 23 November 2012

Sistem Pendidikan Dalam Syari`at Islam



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Membincangkan pendidikan berarti membincangkan masalah diri manusia sendiri sebagai makhluk Tuhan yang dipersiapkan untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi dalam kerangka mengabdi kepada-Nya. Pendidikan Islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian manusia yang dari sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna yang dibekali potensi hidayah akal dan ilmu, maka itu merupakan proses panjang yang tidak berkesudahan sehingga siap untuk memikul amanat Tuhan dan tanggung jawab, sepanjang dunia masih ada. Oleh sebab itu problematika pendidikan Islam yang muncul selalu complicate serumit persoalan manusia itu sendiri.[1] Problem pendidikan Islam mulai pengertian pendidikan, tujuan, materi dan strategi pendidikan-pengajarannya hingga lembaga penyelenggara pendidikan Islam, yang muncul dari masa ke masa, dikaji dan dicari jawabannya selalu berkembang dan melahirkan pemikiran-penting seiring dengan perkembangan zaman, peradaban dan produk-produknya, khususnya hasil ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh bagi eksistensi dan peran pendidikan Islam di masyarakatnya.
Pendidikan Islam dan eksistensinya sebagai komponen pembangunan bangsa, khususnya di Indonesia, memainkan peran yang sangat besar dan ini berlangsung sejak jauh sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat praktik pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam melalui lembaga-lembaga pendidikan tradisional seperti majelis taklim. Forum pengajian, surau, masjid dan pesantren-pesantren yang berkembang subur dan eksis hingga sekarang. Bahkan setelah kemerdekaan penyelenggaraan pendidikan Islam semakin memperoleh pengakuan dan payung yuridisnya dengan adanya berbagai produk perundang-undangan tentang pendidikan nasional.
Namun meskipun demikian, Pendidikan Islam hingga kini boleh dikatakan masih saja berada dalam posisi problematik antara 'determinisme historis' dan 'realisme praktis'. Di satu sisi pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisme kejayaan pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegomonik; sementara di sisi lain, ia juga 'dipaksa' untuk mau menerima tuntutan-tuntutan masa kini, khususnya yang datang dari Barat, dengan orientasi yang sangat praktis. Dalam dataran historis empiris, kenyataan tersebut acap kali menimbulkan dualisme  dan polarisasi sistem pendidikan di tengah-tengah masyarakat muslim sehingga agenda transfomasi sosial yang digulirkan seakan berfungsi hanya sekedar 'tambal sulam' saja. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di satu sisi kita masih saja mendapatkan tampilan 'sistem pendidikan Islam' yang sangat tradisional karena tetap memakai 'baju lama'[2]
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada sekelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif). Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan untuk anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa di masa mendatang, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut.[3] Pernyataan M. Natsir di atas merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan manusia, karena pendidikan itu sendiri mempunyai peranan sentral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan, dan untuk menunjang perannya di masa mendatang. Hal ini terbukti dalam kehidupan sekarang, pendidikan tampil dengan daya pengaruh yang sangat besar dan menjadi variabel pokok masa depan manusia.
Pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga "belajar", tetapi lebih ditentukan oleh insting, sedangkan bagi manusia, belajar berarti rangkaian kegiatan menuju "pendewasaan" guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Oleh karena itu berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan proses budaya untuk mengangkat "harkat dan martabat" manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Apabila demikian, maka pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan manusia, "karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudyaan dalam segala aspeknya dan jenis kepada generasi penerus" untuk mengangkat harkat dan martabat manusia.
Untuk mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, negara, dan pemerintah, maka "pendidikan harus selalu ditumbuhkembangkan secara sistematis oleh para pengambil kebijakan yang berwenang di Negara ini". Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan suatu bangsa selalu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang, sebab pendidikan selalu dihadapkan pada perubahan, baik perubahan zaman maupun perubahan masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau pendidikan Agama Islam harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan. Tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu kaharusan dan "pembaruan" pendidikan selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi, tujuan, manajemen lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas berkaitan dengan pendidikan Islam di Indonesia, maka penulis merumuskan pembahasan dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a.       Apa perbedaan Ilmu Pendidikan Islam dan Filsafat Islam?
b.      Apa perbedaan sistem pendidikan Islam dengan sistem Pendidikan umum?
c.       Jelaskan hakikat tujuan Pendidikan Islam?
d.      Bagaimana konsep/karakter pendidik dan peserta didik dalam Pendidikan Islam?
e.       Bagaimana posisi lembaga pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional?
1.3 Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, yaitu:
a.       Mengetahui perbedaan Ilmu Pendidikan Islam dengan Filsafat Islam
b.      Mengetahui perbedaan sistem Pendidikan Islam dengan sistem pendidikan umum
c.       Mengetahui hakikat tujuan pendidikan Islam
d.      Mengetahui konsep/karakter pendidik dan peserta didik dalam pendidikan Islam
e.       Mengetahui posisi/peranan lembega pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pendidikan Islam
Secara bahasa kata `pendidikan` merupakan terjemahan dari kata rabba – yurabbi – tarbiyatan `pendidikan, pengasuhan dan pemeliharaan` (M. Yunus, ;137).  Namun dalam istilah ilmu keislaman makna `pendidikan` dikemukakan dengan beberapa istilah, yaitu : al-Tarbiyah, al-Ta`lǐm, al-Ta`dǐb, al-tahdzǐb, dan al-Riyâdlah. Drs. Hermawan, M.Ag berpendapat bahwa dari kelima istilah di atas yang merujuk kepada pendidikan yang lebih dekat adalah al-Tarbiyah.[4]
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa, kata al-Tarbiyah mengandung arti bertambah, tumbuh, berkembang, mengasuh, dan memelihara, menjaga, membimbing, memberi makan, mengatur, dan menguasai. Berdasarkan hal tersebut al-Tarbiyyah adalah
a.       Menumbuhkan fisik dan mengembangkan mental peserta didik;
b.      Menjaga dan memelihara fisik dan mental peserta didik.

Pendidikan Islam secara istilah menurut Zaini, sebagaimana dikutip oleh Hermawan[5] adalah `usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran agama Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia`. Sementara menurut Abdurrahman Al-Nahlawi masih dikutip oleh Hermawan[6] menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah `suatu proses penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk dan taat kepada Islam dan menerapkannya secara sempurna dalam kehidupan individu dan masyarakat. Sedangkan menurut Muhammad Quthb, Pendidikan Islam adalah usaha melakukan pendekatan menyeluruh terhadap wujud manusia, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun mental dalam melaksanakan kegiatannya di bumi ini.
Athiyah al-Abrasy menyebutkan bahwa yang disebut dengan Pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia mencintai tanah air, sigap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola fikirnya teratur dengan rapi, halus perasaannya, profesional dalam bekerja, dan manis tutur sapanya. Sedangkan Ahmad D. Marimba menegaskan bahwa yang disebut dengan ilmu pendidikan adalah `bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Ahmad Tafsir mengemukakan pendapatnya tentang pengertian Pendidikan Islam yaitu `bimbingan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam; atau dengan kata lain Pendidikan Islam adalah bimbingan seseorang terhadap orang lain agar ia menjadi seorang muslim yang maksimal.
Syed Muh. Naquid al-Attas memberikan definisi pendidikan Islam sebagai berikut `pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Sehingga pendidikan ini hanya diperuntukkan untuk manusia.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang digunakan dalam proses pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman umat manusia khususnya umat Islam. Pendidikan adalah segala upaya , latihan dan sebagainya untuk menumbuh kembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur.
Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Allah sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat.Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin bertambah dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan akomodatif terhadap tuntutan zaman sesuai norma-norma Islam.
2.2. Pengertian Filsafat Islam
Dari segi bahasa, Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu gabungan dari kata Philo yang artinya cinta, dan Sofia yang artinya kebijaksanaan, atau pengetahuan yang mendalam. Jadi dilihat dari akar katanya, filsafat berarti ingin tahu dengan mendalam atau cinta terhadap kebijaksanaan.
Adapun makna filsafat menurut terminologi adalah berfikir secara sistematis, radikal dan universal, untuk mengetahui hakekat segala sesuatu yang ada, seperti hakekat alam, hakekat manusia, hakekat masyarakat, hakekat ilmu, hakekat pendidikan dan seterusnya. Dengan demikian maka muncullah apa yang disebut filsafat alam, filsafat manusia, filsafat ilmu dan sebagainya.
Socrates (469-399 SM) memberikan pengertian filsafat dengan `Suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif dan perenungan terhadap asas-asas kehidupan yang adil dan bahagia. Sementara Plato (427-347 M) mengartikan filsafat dengan `Ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Francis Bacon (1561-1626 M) menyebut filsafat sebagai induk dari ilmu; dan Hegel (1770-1831 M) membatasi filsafat sebagai penyelidikan hal-hal melalui pemikiran dan perenungan. Sementara itu Al-Farabi (870-950 M) selanjutnya dikenal sebagai seorang filusuf muslim, memberi definisi filsafat sebagai berikut `Ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Islam dari segi bahasa adalah selamat, sentausa, berserah diri, patuh, tunduk dan taat. Seseorang yang bersikap demikian disebut Muslim, yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh dan tunduk kepada Allah SWT. Islam menurut terminologi adalah Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Allah SWT kepada manusia melalui nabi Muhammad sebagai Rasul Allah. Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Filsafat Islam adalah berfikir secara sistematis, radikal dan universal tentang hakekat segala sesuatu berdasarkan ajaran Islam. Singkatnya filsafat Islam itu adalah Filsafat yang berorientasi kepada Al Qur’an, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.
Jadi ciri utama filsafat Islam adalah berfikir tentang segala sesuatu, dapat berfikir teratur, tidak cepat puas dalam penemuan sesuatu,selalu bertanya dan saling menghargai pendapat orang lain.
2.3 Perbedaan Ilmu Pendidikan Islam dengan Filsafat Islam
Dari uraian di atas tentang pengertian Ilmu Pendidikan Islam dan Filsafat Islam, ada persamaan diantara keduanya yang cukup jelas yaitu sama-sama mengkaji tentang ajaran Islam. Namun, dibalik persamaan diantara keduanya, tentu saja ada hal-hal yang membedakan diantara keduanya. Perbedaan yang paling mendasar di antara keduanya adalah:
a.       Objek Kajian; Ilmu Pendidikan Islam yang menjadi objek kajiaannya adalah teori-teori berkaitan dengan pendidikan Islam; tentu saja dalam hal ini teori-teori yang dipelajari adalah teori-teori yang menjadi landasan ilmu dalam ajaran Islam. Sementara Filsafat Islam yang menjadi objek kajiannya adalah materi hakikat pendidikan (lebih luasnya) ajaran Islam. Filsafat
b.      Metodologi yang digunakan; Ilmu Pendidikan Islam dalam metodologinya menggunakan dua pokok sumber pengetahuan, yaitu: Rasio, yakni bersumber pada akal fikiran dan jiwa manusia; dan Empiris, yakni berdasar pengalaman yang dapat diindera oleh pancaindera.
Filsafat dalam metodologinya bersandar pada dua hal pokok, yaitu: spekulatif/komparatif, yaitu berfikir dalam keadaan tenang untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat yang difikirkannya; dan Normatif yaitu mencari dan menetapkan kebenaran-kebenaran dalam kehidupan yang nyata.
c.       Fungsi; Ilmu Pendidikan Islam berfungsi Teoritis, yaitu sesuatu yang digunakan sbagai sebuah teori untuk mengkaji pendidikan Islam.
Filsafat Islam bersifat normative dan deskriptif, yaitu menetapkan, menggambarkan dan menjelaskan aturan, disamping itu juga bersifat evaluative.
2.4 Hakikat Tujuan Pendidikan Islam
Berangkat dari pengertian pendidikan Islam, secara teori berarti memberi makan kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohani sesuai ajaran Islam baik melalui lembaga atau sistem kurikuler. Sedangkan tujuan fungsionalnya adalah potensi dinamis manusia yaitu keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak dan pengalaman. Sebagai lingkaran proses pendidikan Islam yang akan mengantarkan manusia sebagai hamba Allah yang mukmin, muslim, muhsin, dan mushlihin mutaqin.
Sedangkan objek pendidikan Islam adalah menyadarkan manusia sebagai makhluk individu yang diciptakan Tuhan yang paling sempurna dan lebih mulia dari makhluk lain (QS. As-Shaad: 71-72), memiliki kedudukan yang lebih tinggi (QS. Al-Isra’: 70). Disamping itu manusia diberi beban tanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat (QS. Al-Isra’: 15).Sejalan hal itu, menyadarkan manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan interelasi (QS. AL-Anbiya’: 92), berinteraksi, gotong-royong dan bersatu (QS. Al-Imran: 103), bersudara (QS. Al-hujurat: 10), tanpa membedakan berbagai perbedaan baik bahasa atau warna kulit (QS. Ar-Ruum: 22).
Disamping itu juga tidak melupakan bahwa manusia sebagai hamba Alloh yang diberi fitrah untuk beragama. Sehingga watak dan sikap religiusnya perlu dikembangkan agar mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya sesuai firman Allah dalam surat Al-An’am: 102-103.













BAB III
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
3.1 Perbedaan Sistem Pendidikan Islam dengan Umum
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap pembentukan karakter dan pembangun  peradaban suatu bangsa. Setidaknya ada tiga faktor pembentukan sebuah peradaban yaitu pandangan hidup (worldview), ilmu pengetahuan (science) dan salah satunya adalah pendidikan (education). Kaitan antara ketiga faktor tersebut merupakan vicious circle (lingkaran setan). Artinya pandangan hidup dapat lahir dan berkembang dari akumulasi ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan.
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai pendidikan. Paham rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga out put yang ‘dihasilkan’ pun berbeda.
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa Pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi; pertama, dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective). Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.
Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa.
3.2 Karakter Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
A.    Pendidik
Pendidik adalah salah satu komponen penting di samping peserta didik dalam terjadinya proses belajar mengajar (pendidikan). Pendidik adalah sebagai sumber utama terjadinya proses pemindahan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Berhasil tidaknya sebuah proses pendidikan salah satu sumbernya adalah ditentukan oleh kwalitas dan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pendidik.
Karena pendidik adalah sebagai salah satu sumber utama keberhasilan sebuah pemindahan ilmu pengetahuan, maka tentu saja dia harus memiliki kemampuan atau skill dalam hal penyampaian atau proses penyampaian ilmu pengetahuan tersebut; oleh sebab itu, maka seorang pendidik wajib memiliki ilmu tentang kependidikan (pedagogik).
Di samping harus memiliki ilmu tentang kependidikan (pedagogik), seorang pendidik pun dituntut untuk memiliki budi pekerti yang baik dan jiwa yang suci. Imam al-Ghazali dalam kitabnya `Ihyâ `ulûmuddin` sebagaimana dikutip oleh Hermawan[7] menjelaskan tentang konsepsi pendidik, beliau menggambarkan bahwa seorang pendidik adalah `Spritual Father` atau `Al- Abu ar-Rûhi`, karena dialah yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan, akhlak, dan menegakkannya.
Imam an-Nahlawi masih dikutip oleh Hermawan[8] menyebutkan bahwa ada dua tugas utama pendidik terhadap anak didiknya yaitu : a) Penyucian, yaitu pengembangan, pembersihan, dan pengangkatan jiwa kepada penciptanya, menjauhkan dari kejahatan dan menjaganya agar tetap selalu berada dalam fitrahnya; b) Pengajaran, yaitu pengalihan berbagai pengetahuan dan aqidah kepada akal dan hati kaum mukminin, agar mereka merealisasikannya dalam tingkah laku kesehariannya.
Dari uraian di atas, maka Hermawan[9] mendefinisikan pendidik sebagai `orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri, memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah, dan mampu sebagai makhluk sosial dan individu yang mandiri.
B.     Peserta (anak) didik
Langeveld berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya disebut dengan animal educandum yaitu `makhluk yang harus dididik`; disamping itu juga manusia bisa disebut sebgai animal educable yaitu`makhluk yang dapat dididik`. Arti dari ungkapan tersebut berkaitan dengan pendidikan adalah manusia merupakan objek dari pendidikan. Karena hakikat dari pendidikan adalah usaha sadar untuk lebih memanusiakan manusia.
Manusia terlahir dengan membawa dua bekal yang memiliki potensi masing-masing. Bekal yang pertama adalah aspek fisik-biologis. Bila ditinjau secara fisik biologis, manusia memiliki kesamaan dengan hewan. Namun demikian, kesamaan fisik manusia dan hewan bersifat gradual bukan esensial, hal ini disebabkan karena secara esensial fisik manusia lebih sempurna dibandingkan hewan.[10]
Bekal yang kedua yang dimiliki oleh manusia adalah metafisik-ruhani. Fungsi utama manusia di muka bumi ini adalah jelas sebagai khalifah fil ardhi`; dengan fungsi ini, maka ada perbedaan antara pertumbuhan manusia dan hewan, kalau manusia mempunyai potensi untuk berkembang dan beradaftasi dengan lingkungannya; sementara hewan hanya bersifat statis dan instinktif.
Kedua bekal atau potensi manusia di atas tentu saja harus diasah dan dilatih agar kedua potensi tersebut tidak menjadi sia-sia bahkan lebih jauhnya menjadi bencana bagi manusia itu sendiri.[11] Maka untuk melatih bekal yang pertama yaitu fisik-biologis maka manusia dianjurkan untuk berolahraga agar terjaga kebugaran dan kesehatan fisiknya. Pendidikan yang bersifat jasmani ini dikenal dengan istilah al-Riyâdlah. Sedangkan untuk memlatih dan menjaga kesehatan bekal kedua yaitu secara ruhani, maka manusia perlu pendidikan; dan pendidikan yang paling tepat untuk bekal yang kedua ini adalah dengan Pendidikan Islam, karena selain terjaga dari kecerdasan secara kognitif juga akan terjaga kecerdasan secara spritual.
3.3 Lembaga Pendidikan Islam dalam Sistem pendidikan Nasional
Kedudukan Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tersebut dalam Bab Vi Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian ke Sembilan Pendidikan Keagamaan Pasal 30 isinya adalah :
1.    Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.    Pendidkan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamnya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
3.    Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, informal dan nonformal.
4.    Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
5.    Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,2,3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.
Implikasi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 terhadap sistem pendidikan Islam, secara konseptual memberikan landasan kuat dalam mengembangkan dan memberdayakan sistem pendidikan Islam dengan prinsip demokrasi, desentralisasi, pemerataan/keadilan, mutu dan relevansi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga terwujud akuntabilitas pendidikan yang mandiri menuju keunggulan.
Implikasi tersebut mengindikasikan upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam baik kandungan, proses maupun manajemen. Karena itu, konsep yang ditawarkan dan sekaligus sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, adalah mereformulasikan konsep pendidikan Islam yang berwawasan semesta, dengan langkah-langkah membangun kerangka filosofis-teoritis pendidikan, dan membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan melalui Laboratorium fungsi ganda, yakni peningkatan mutu akademik dan pengembangan usaha bisnis. Upaya ini dilakukan dalam kerangka mewujudkan akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara Indonesia.
UU Sisdiknas 2003 adalah implementasi dari berbagai dorongan untuk mencapai tujuan Pendidkan Nasional yang menginginkan out put manusia Indonesia yang berakhlak mulia. NAmun, UU Sisdiknas in dinilai belum menyentuh aspek religi dari pendidikan Islam, juga belum mengatur tentang tata penyelenggaraan. Namun, UU Sisdiknas ini telah memberikan ruang dan penempatan atau kedudukan yang kjelas pada Sistem Pendidikan NAsional yaitu berpampingan antara Sistem Pendidikan NAsional dengan Pendidikan Agama yang juga diatur oleh Pemerintah. Namun, diperlukan formulasi khusus untuk pengembangan pendidikan Islam yaitu pengembangan Sistem Independent Pendidikan Islam yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasar rumusan masalah pada Bab I, maka penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Perbedaan antara IPI dan Filsafat Islam secara mendasar ada tiga, yaitu:
a.       Objek kajian
b.      Metodologi
c.       Fungsi
2.      Perbedaan system pendidikan Islam dengan system pendidikan umum (barat) terletak pada pijakannya. Kalau system pendidikan umum berpijak pada kaidah-kaidah atau teori-teori yang dicetuskan oleh para ilmuwan Barat; sementara pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur`an, As-Sunnah Rasulullah saw serta ijtihad para ulama.
3.      Hakikat dari Ilmu Pendidikan Islam adalah menyadarkan manusia sebagai makhluk individu yang diciptakan Tuhan yang paling sempurna dan lebih mulia dari makhluk lain; memiliki kedudukan yang lebih tinggi; disamping itu manusia diberi beban tanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat. Sejalan hal itu, menyadarkan manusia sebagai makhluk sosial yang harus mengadakan interelasi, berinteraksi, gotong-royong dan bersatu bersudara, tanpa membedakan berbagai perbedaan baik bahasa atau warna kulit.
4.      Pendidik dalam ajaran Islam harus memiliki beberapa sifat mulia: amanah, tanggung jawab, jujur, wibawa dan sifat-sifat yang lainnya; di samping sifat-sifat tersebut seorang pendidik harus menyadari bahwa dalam Islam kewajiban orang berilmu adalah menyampaikan ilmu kepada orang lain.
Sementara peserta didik dalam ajaran Islam dituntut untuk menyadari bahwa kewajiban dia di samping menuntut ilmu juga harus member hormat kepada yang memberikan ilmu kepadanya.
5.      Posisi lembaga Pendidikan Islam dalam system pendidikan Nasional memegang peranan yang sangat penting, dalam rangka mencerdaskan bangsa dan menjadikan bangsanya bermartabat dan berakhlak mulia.



[1]Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 1.
[2]Untuk menelusuri bagaimana penyebaran Ilmu dalam Islam di masa klasik, mengutip pendapat Armani Arief mengatakan bahwa penting melihat keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang muncul sejak kehadiran Islam itu sendiri yang dibawa oleh Nabi Muhammad serta peran yang dimainkannya dalam transmisi ilmu, seperti lembaga kuttab (lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan baca tulis), masjid, madrasah, dan lembaga pendidikan lainnya seperti Bayt al-Hikmah, dan Halaqah. Lihat Armani Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 110-112.     
[3]M. Natsir, Kapita Selekta, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 77.
[4]. Hermawan, M.Ag. Drs. Ilmu Pendidikan Islam, hal. 1. Staida Press, Garut. 1996
[5]. Ibid
[6]. Ibid
[7]. Hermawan, M.Ag. Drs. Ilmu Pendidikan Islam, hal. 54. Staida Press, Garut. 1996
[8]. Idem
[9]. Idem
8. Lihat al-Qur`an surat at-Tǐn, 95;4.
[11]. Lihat al-Qur`an surat al-`Araf, 7;179.

1 komentar:

  1. terimakasih atas entrinya sangat bermanfaat sekali bagi saya, tapi ini sekedar masukan bagi tulisannya ,, mujngkin kalo bisa paparkan dengan jelas perbedaan antara sistem pendidikan islam dan umum terimakasih..

    BalasHapus